KaliandaNews.com - Menurut Hasil Penelitian BNN dan Puslitkes UI, tahun 2011menunjukan prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia (di antara penduduk berumur umur 10 – 59 tahun) diproyeksikan meningkat tiap tahun:
- 2008 = 1,99 % (3,6 – 3,8 juta)
- 2011 = 2,2% (3,8 – 4,2 juta)
- 2013 = 2,56 %
- 2015 = 2,8 % (5.1 juta)
Dari sudut rehabilitasi, jumlah pecandu narkoba yang memperoleh layanan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia (tahun 2010) masih terbatas yaitu sekitar 18.000 orang (0,47%). Dari sekitar 4,2 juta penyalahguna narkoba di Indonesia, 70% penyalahguna (setara dengan 2.940.000 orang) berada di tempat kerja. Penyalahgunaan narkoba di tempat kerja, menimbulkan berbagai permasalahan baik terhadap diri penyalahguna, terhadap kolega, dan pimpinan tempat kerja. Kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan dari dampak penyalahgunaan narkoba pada tahun 2011 berjumlah Rp 48,2 triliun.
World Drug Report 2014 melaporkan tantangan yang dihadapi masyarakat dunia dalam menanggulangi permasalahan narkoba menjadi semakin kompleks, terutama terkait dengan semakin maraknya peredaran NPS (New Psychoactive Substances) atau yang dikenal dengan nama Legal Designer, Legal High, dan dipasarkan secara masif melalui Internet, serta maraknya penyalahgunaan obat-obatan yang dibeli berdasarkan resep dokter.
Saat ini telah beredar 364 jenis NPS di 90 negara (termasuk Indonesia), yang belum masuk dalam kontrol intenasional. Di Indonesia, BNN telah menemukan 29 jenis NPS, dan sebagian dari NPS yang beredar di Indonesia (18 jenis NPS) telah dimasukan kedalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan, dan menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dengan demikian, penyalahgunaan 18 jenis NPS tersebut di Indonesia menjadi ilegal dan si penyalahguna dapat dihukum. Terdapat 9 (sembilan) kategori NPS yang diperjual-belikan di pasaran yaitu:
1. Aminoindanes;
2. Synthetic Cannabinoids (nama jalanan: spice, K2, kronik);
3. Synthetic Cathinones;
4. Ketamine and Phencyclidine-Type Substance;
5. Phenethylamines;
6. Piperazines;
7. Plant-Based Substances (tanaman Kratom di Asia Tenggara, Salvia Divinorum di Meksiko, tanaman Khat di Afrika dan jazirah Arab);
8. Tryptamines;
9. Kategori lain yang tidak termasuk dalam nomor 1 – 8.
Beberapa faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba di lingkungan kerja, antara lain karena pergantian waktu tugas (shiftwork), resiko tinggi pekerja mengalami kecelakaan atau sakit di tempat kerja, lingkungan kerja kotor, sangat bising, dan tidak terancang dengan baik, kesulitan mengoperasikan peralatan, tekanan persyaratan untuk memenuhi target, kewajiban (deadlines) yang ketat, misalnya di bidang industri transportasi, industri media (cetak dan elektronik), pekerja takut kehilangan pekerjaan, konflik dengan kolega kerja, konflik dengan kelompok pekerja, dengan atasan, dan dengan supervisor, diperlakukan diskriminasi, dan prasangka, adanya tekanan dari kelompok pekerja, bermasalah dalam hubungan perkawinan, bermasalah dalam hubungan personal dan bermasalah dalam keuangan.
Dampak selanjutnya, selalu terlambat menyelesaikan pekerjaan, tidak mampu memenuhi deadlines (waktu yang telah ditetapkan), meningkatkan pembayaran asuransi kesehatan, dan kecelakaan oleh perusahaan/tempat kerja, menciptakan dampak negatif kepada perusahaan, tempat kerja, merusak citra tempat kerja, terancam disintegrasi hubungan keluarga, dan terancam hukuman berat, karena dapat melakukan berbagai tindakan kriminal.
Mencegah Penyalahgunaan Narkoba Di Lingkungan Kerja
Pimpinan, manajemen tempat kerja mengembangkan budaya lingkungan kerja bersih narkoba melaluiupaya pencegahan: sosialisasi/diseminasi informasi dan advokasi secara intensif untuk memberikan edukasi kepada para pekerjatentang bahaya narkoba, serta dampaknya terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja, membuat berbagai program pencegahan yang memfokuskan pada pelatihan keterampilan (Life Skills) kepada pekerja, untuk menciptakan faktor protektif, guna mencegah penyalahgunaan narkoba oleh pekerja, serta mencegah peredaran gelap narkoba di lingkungan kerja, sekaligus menghimbau kepada para pekerja untuk melaksanakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Program pencegahan melalui pelatihan keterampilan kepada pekerja, bertujuan untuk memperkuatkeluarga pekerja membangun faktor protektif di dalam keluarga, sehingga mengurangi resiko pekerja, anggota keluarganya terlibat dalam berbagai persoalan kesehatan, sosial, termasuk menjadi penyalahgunaan narkoba, serta untuk mewujudkan hubungan keluarga pekerja yang positif.
Melaksanakan EAPs (Employee Assistance Programs) untuk menyediakan layanan rahasia guna membantu pekerja mengatasi persoalan pribadi yang dihadapi, yang mungkin berdampak terhadap kinerja kerja pekerja, seperti masalah keuangan, atau kesulitan di dalam perkawinan.Pekerja, yang terdeteksi oleh Pimpinan, Supervisor, atau oleh karena kesadaran sendiri melaporkan tentang penyalah-gunaan narkoba oleh yang bersangkutan, harus dibantu oleh perusahaan melalui program konseling, pengobatan, dan EAPs.Tempat kerja yang memiliki EAPs, biasanya menunjukan adanya manfaat tidak langsung berupa: berkurangnya kecelakaan di tempat kerja, berkurangnya pekerja yang tidak masuk kerja (alpa), berkurangnya pekerja yang mengambil cuti, dan berkurangnya pekerja yang tidak masuk karena sakit.
Menerapkan Kebijakan Lingkungan Kerja Bersih Narkoba
Pimpinan, manajemen tempat kerja menerapkan kebijakan lingkungan kerja bebas narkoba, untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi komunitas pekerja, melindungi dan mempromosikan pola hidup sehat dan aman, sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan memperkuat kinerja usaha perusahaan secara berkelanjutan, melindungi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan pekerja, dan menawarkan dukungan bagi pekerja, yang bermasalah.
Penerapan kebijakan tersebut akan meningkatkan disiplin, moral dan motivasi pekerja, meningkatkan kinerja dan produktivitas pegawai, mengurangi resiko kecelakaan, cost saving (baik bagi pekerja yang bersangkutan maupun bagi perusahaan), mengurangi kerugian perusahaan, karena berkurangnya tingkat kealpaan (absenteeism) pekerja.Pekerja melaksanakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, menciptakan lingkungan kerja yang bersih dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba,meningkatkan reputasi tempat kerja, dan meningkatkan citra positif perusahaan.
#StopNarkoba (Ryd)
- 2008 = 1,99 % (3,6 – 3,8 juta)
- 2011 = 2,2% (3,8 – 4,2 juta)
- 2013 = 2,56 %
- 2015 = 2,8 % (5.1 juta)
Dari sudut rehabilitasi, jumlah pecandu narkoba yang memperoleh layanan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia (tahun 2010) masih terbatas yaitu sekitar 18.000 orang (0,47%). Dari sekitar 4,2 juta penyalahguna narkoba di Indonesia, 70% penyalahguna (setara dengan 2.940.000 orang) berada di tempat kerja. Penyalahgunaan narkoba di tempat kerja, menimbulkan berbagai permasalahan baik terhadap diri penyalahguna, terhadap kolega, dan pimpinan tempat kerja. Kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan dari dampak penyalahgunaan narkoba pada tahun 2011 berjumlah Rp 48,2 triliun.
World Drug Report 2014 melaporkan tantangan yang dihadapi masyarakat dunia dalam menanggulangi permasalahan narkoba menjadi semakin kompleks, terutama terkait dengan semakin maraknya peredaran NPS (New Psychoactive Substances) atau yang dikenal dengan nama Legal Designer, Legal High, dan dipasarkan secara masif melalui Internet, serta maraknya penyalahgunaan obat-obatan yang dibeli berdasarkan resep dokter.
Saat ini telah beredar 364 jenis NPS di 90 negara (termasuk Indonesia), yang belum masuk dalam kontrol intenasional. Di Indonesia, BNN telah menemukan 29 jenis NPS, dan sebagian dari NPS yang beredar di Indonesia (18 jenis NPS) telah dimasukan kedalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan, dan menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dengan demikian, penyalahgunaan 18 jenis NPS tersebut di Indonesia menjadi ilegal dan si penyalahguna dapat dihukum. Terdapat 9 (sembilan) kategori NPS yang diperjual-belikan di pasaran yaitu:
1. Aminoindanes;
2. Synthetic Cannabinoids (nama jalanan: spice, K2, kronik);
3. Synthetic Cathinones;
4. Ketamine and Phencyclidine-Type Substance;
5. Phenethylamines;
6. Piperazines;
7. Plant-Based Substances (tanaman Kratom di Asia Tenggara, Salvia Divinorum di Meksiko, tanaman Khat di Afrika dan jazirah Arab);
8. Tryptamines;
9. Kategori lain yang tidak termasuk dalam nomor 1 – 8.
Beberapa faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba di lingkungan kerja, antara lain karena pergantian waktu tugas (shiftwork), resiko tinggi pekerja mengalami kecelakaan atau sakit di tempat kerja, lingkungan kerja kotor, sangat bising, dan tidak terancang dengan baik, kesulitan mengoperasikan peralatan, tekanan persyaratan untuk memenuhi target, kewajiban (deadlines) yang ketat, misalnya di bidang industri transportasi, industri media (cetak dan elektronik), pekerja takut kehilangan pekerjaan, konflik dengan kolega kerja, konflik dengan kelompok pekerja, dengan atasan, dan dengan supervisor, diperlakukan diskriminasi, dan prasangka, adanya tekanan dari kelompok pekerja, bermasalah dalam hubungan perkawinan, bermasalah dalam hubungan personal dan bermasalah dalam keuangan.
Dampak selanjutnya, selalu terlambat menyelesaikan pekerjaan, tidak mampu memenuhi deadlines (waktu yang telah ditetapkan), meningkatkan pembayaran asuransi kesehatan, dan kecelakaan oleh perusahaan/tempat kerja, menciptakan dampak negatif kepada perusahaan, tempat kerja, merusak citra tempat kerja, terancam disintegrasi hubungan keluarga, dan terancam hukuman berat, karena dapat melakukan berbagai tindakan kriminal.
Mencegah Penyalahgunaan Narkoba Di Lingkungan Kerja
Program pencegahan melalui pelatihan keterampilan kepada pekerja, bertujuan untuk memperkuatkeluarga pekerja membangun faktor protektif di dalam keluarga, sehingga mengurangi resiko pekerja, anggota keluarganya terlibat dalam berbagai persoalan kesehatan, sosial, termasuk menjadi penyalahgunaan narkoba, serta untuk mewujudkan hubungan keluarga pekerja yang positif.
Melaksanakan EAPs (Employee Assistance Programs) untuk menyediakan layanan rahasia guna membantu pekerja mengatasi persoalan pribadi yang dihadapi, yang mungkin berdampak terhadap kinerja kerja pekerja, seperti masalah keuangan, atau kesulitan di dalam perkawinan.Pekerja, yang terdeteksi oleh Pimpinan, Supervisor, atau oleh karena kesadaran sendiri melaporkan tentang penyalah-gunaan narkoba oleh yang bersangkutan, harus dibantu oleh perusahaan melalui program konseling, pengobatan, dan EAPs.Tempat kerja yang memiliki EAPs, biasanya menunjukan adanya manfaat tidak langsung berupa: berkurangnya kecelakaan di tempat kerja, berkurangnya pekerja yang tidak masuk kerja (alpa), berkurangnya pekerja yang mengambil cuti, dan berkurangnya pekerja yang tidak masuk karena sakit.
Menerapkan Kebijakan Lingkungan Kerja Bersih Narkoba
Pimpinan, manajemen tempat kerja menerapkan kebijakan lingkungan kerja bebas narkoba, untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi komunitas pekerja, melindungi dan mempromosikan pola hidup sehat dan aman, sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan memperkuat kinerja usaha perusahaan secara berkelanjutan, melindungi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan pekerja, dan menawarkan dukungan bagi pekerja, yang bermasalah.
Penerapan kebijakan tersebut akan meningkatkan disiplin, moral dan motivasi pekerja, meningkatkan kinerja dan produktivitas pegawai, mengurangi resiko kecelakaan, cost saving (baik bagi pekerja yang bersangkutan maupun bagi perusahaan), mengurangi kerugian perusahaan, karena berkurangnya tingkat kealpaan (absenteeism) pekerja.Pekerja melaksanakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, menciptakan lingkungan kerja yang bersih dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba,meningkatkan reputasi tempat kerja, dan meningkatkan citra positif perusahaan.
#StopNarkoba (Ryd)